Senin, 31 Januari 2011

Calon Gubernur Siapa Yang Pilih?

POLITIK - PILKADA
Minggu, 30 Januari 2011 , 22:44:00
(Diposting : Agus HP)

JAKARTA - Usulan pemerintah dalam Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) agar Gubernur dipilih oleh DPRD memunculkan kekhawatiran baru. Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Kacung Marijan, khawatir akan adanya pembajakan kekuasaan rakyat jika nantinya gubernur dipilih DPRD lagi.

Berbicara dalam diskusi bertema "Gubernur, Siapa yang Pilih?" di Kantor DPP PKB di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (30/1), Kacung mengatakan, meski DPRD adalah wakil rakyat namun belum tentu pilihan rakyat sama dengan DPRD. Akibatnya, legitimasi kepala daerah yang dipilih DPRD pun tak sekuat pilihan rakyat.

"Sudah banyak contoh, ada hijacking (pembajakan) kekuasaan dari rakyat oleh DPRD. Banyak kasus saat pilkada oleh DPRD, keinginan rakyat berbeda dengan keinginan elit politik ataupun politisi di DPRD. Karena yang memilih DPRD, akhirnya yang jadi juga pilihan DPRD, bukan pilihan rakyat. Legitimasinya pun beda," kata Kacung

Selain Kacung, hadir pula dalam diskusi itu Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPRD pada Direktorat Jendral Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kemendagri, Dodi Riatmaji dan anggota Komisi II dari PKB Malik Haramain. Dalam diskusi yang dipandu mantan asisten pribadi Gus Dur, Bambang Susanto itu, Kacung juga mengatakan, alasan efisiensi dan menekan politik uang belum cukup dijadikan dasar untuk pemilihan gubernur oleh DPRD.

Kacung menegaskan bahwa efisiensi jangan sampai melanggar esensi demokrasi.  Sebab, efisiensi lebih pada persoalan pasar politik. "Sedangkan demokrasi itu menyangkut keadilan. Ini beda, demokrasi itu masalah keadilan, termasuk dalam hal distribusi dan alokasi," ucapnya.

Kacung yang juga salah satu ketua di PBNU itu menambahkan, jika hanya untuk mencegah money politic maka sebenarnya bisa diatasi dengan penegakan hukum yang konsisten. "Moral hazard itu bisa direduksi dengan aturan yang tegas," ucapnya.

Karenanya Kacung menganggap keinginan pemerintah untuk mengembalikan pemilihan Gubernur dari secara langsung oleh rakyat menjadi pemilihan di DPRD, sama saja dengan langkah mundur. "Dulu kan katanya ingin lepas dari mulut harimau. Dengan Pilkada langsung katanya malah masuk ke mulut buaya. Tapi kenapa harus balik lagi ke muliut harimau?" ulasnya.

Sedangkan Malik Haramain mengatakan, persoalan inefisiensi sebenarnya bisa disiasati dengan menggelar Pemilukada secara serentak. Ia mencontohkan Pemilukada di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang digelar serentak termasuk pemilihan gubernurnya.

Menurut Haramain, ada 20 lebih kabupaten/kota di NAD yang menggelar Pemilukada bersamaan dengan Pemilihan Gubernur. "Biaya yang dikeluarkan hanya sekitar Rp 38 miliar. Itu jauh sangat efisien," ucapnya seraya mengatakan, PKB lebih memilih Pemilihan Gubernur tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat, namun digelar secara serentak secara nasional.(ara/jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar